Senin, 26 Oktober 2015

Dongeng Fabel Burung Hantu dan Belalang Lengkap

Dongeng Fabel Burung Hantu dan Belalang
Cerita Dongeng Indonesia adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang cerita Dongeng Fabel Burung Hantu dan Belalang, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.

Jaman dahulu, di sebuah hutan hidup Seekor burung hantu tua. Suatu ketika ia keluar dari sarangnya karena merasa terganggu mendengar seekor belalang bernyanyi dengan sangat berisik.

"Kau tak punya sopan santun ya? Setidaknya hormatilah aku, karena usiaku. Biarkan aku tidur tenang," kata burung hantu tua kepada belalang, "Diamlah atau pergilah segera!"

Baca Cerita Dongeng Ini Selengkapnya :
Belalang mengacuhkan ucapan burung hantu tua. Soalnya, belalang merasa berhak untuk tetap di tempat sambil terus bernyanyi. Yang ada malah belalang bernyanyi lebih keras. Memekakkan telinga.

Burung hantu tua tahu tak berguna berdebat dengan belalang. Tubuh rentanya membuatnya sulit bergerak cepat. Karena itu, dia berkata baik-baik kepada belalang, "Baiklah, ketimbang berdebat lebih baik aku mengalah. Mari kunikmati nyanyianmu di sini, sekarang juga. Oiya, aku memiliki banyak makanan dan minuman di sarangku. Bila kamu sudah selesai bernyanyi kemarilah. Nikmati makanan dan minuman ini bersamaku."

Belalang itu mengikuti ucapan burung hantu tua. Sewaktu berada dalam jarak yang cukup, burung hantu tua segera menerkam belalang. Mati dimakanlah belalang bodoh.
Cerita Dongeng Indonesia memuat dengan lengkap unsur-unsur dan kaidah baku dalam menyajikan cerita dan dongeng, meliputi unsur Intrinsik yaitu meliputi Tema, Amanat/Pesan Moral, Alur Cerita/Plot, Perwatakan/Penokohan, Latar/Setting, dan Sudut pandang. dan kadang disertai unsur Ekstrinsik Cerita. Untuk belajar memahami itu semua, coba adik-adik tebak dari cerita diatas temanya apa, tokohnya siapa dan settingnya dimana, ayo siapa yang tahu?.
Baca selengkapnya

Jumat, 23 Oktober 2015

Full Cerita Pak Kasim dan Ular

Pak Kasim dan isterinya tinggal di tepi hutan. Mereka berdua saja karena tidak mempunyai anak. Tiap hari pak Kasim mencari kayu bakar di hutan untuk dijual atau ditukar dengan barang kebutuhan lainnya.

Suatu siang, pak Kasim yang sudah mengumpulkan kayu sejak pagi, beristirahat di bawah pohon yang rindang. Tiba-tiba terdengar suara, �Tolong! Tolong keluarkan aku.�

http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/
Pak Kasim mencari asal suara itu dan melihat sebatang pohon yang tumbang menutupi sebuah lubang besar. Pak Kasim mengintip ke dalam lubang dan melihat seekor ular besar berusaha mendorong pohon tumbang itu.

Pak Kasim takut dan bermaksud pergi saja dari situ. Tapi ular itu memanggilnya, �Jangan takut. Aku tidak akan menyakitimu.�

Pak Kasim ragu-ragu. Tapi ular itu berbicara lagi. �Tolong pindahkan pohon ini agar aku bisa ke luar. Aku akan mamberikan apa saja yang kauminta.�

Pak Kasim mendorong batang pohon sehingga ular itu bisa ke luar dari lubang.

�Sekarang katakan apa yang kau inginkan.� kata ular.

�Aku orang miskin,� kata pak Kasim. �Aku ingin menjadi kaya.�

�Baiklah,� jawab ular. �Pulanglah.�

Pak Kasim pulang dan rumahnya yang reyot sudah menjadi gedung yang megah. Bahkan isterinya mengenakan pakaian dan perhiasan yang indah. Di meja makan sudah tersedia makanan yang lezat. Sekarang Pak dan Bu Kasim menikmati hidup sebagai orang kaya, bahkan tanpa harus bekerja.

Tak lama kemudian, para tetangga mulai membicarakan pasangan yang mendadak menjadi kaya raya itu.

http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/
Bu Kasim merasa tidak enak. �Pak,� katanya kepada suaminya. �Para tetangga membicarakan kita. Katanya kira merampok sehingga menjadi kaya.�

�Biarkan saja, bu.� Kata Pak Kasim. �Mereka hanya iri.�

Beberapa hari kemudian, Bu Kasim berkata, �Kita memang kaya dan hidup enak, tapi aku tidak suka karena orang-orang justeru mengejek kita.�

�Pergilah menemui ular itu lagi, pak. Mintalah agar mereka menghormati kita.�

Pak Kasim pergi ke lubang ular itu dan menceritakan apa yang terjadi.

�Baiklah,� kata ular. �Pulanglah. Kau sudah menjadi raja sekarang. Tapi ingat, kau harus menjadi raja yang adil dan bijaksana.�

Pak Kasim pulang. Baru saja ia masuk ke rumah, ada orang mengetuk pintunya. Ternyata beberapa pengawal berdiri di depan rumahnya. Mereka menceritakan bahwa raja telah turun tahta dan menjadi pertapa. Sekarang mereka ingin pak Kasim menjadi raja.

Pak Kasim dibawa ke istana dan dinobatkan menjadi raja. Bu Kasim menjadi permaisuri. Semua orang menghormati mereka dan melakukan semua perintah mereka.

http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/
Pada suatu hari, permaisuri ingin memakai gaun kesayangannya. Tapi baju itu belum kering setelah dicuci. Permaisuri kesal.

Esok harinya, matahari bersinar terik sekali. Permaisuri kepanasan. Ia pergi ke kolam di istana bersama beberapa pelayan. Tapi sinar matahari membuat kulitnya terbakar.

Permaisuri menemui raja. �Pak, biar pun kita raja dan ratu, tapi kita hanya dihormati oleh manusia. Pergilah ke ular itu dan mintalah agar matahari mematuhi kita.�

Raja pergi ke hutan menemui ular dan mengutarakan keinginannya. Ular menjadi marah.
�Pulanglah, pak Kasim,� kata ular. �Aku tak dapat menuruti keinginanmu. Kau terlalu serakah dan mementingkan diri sendiri.�
Pak Kasim pun pulanglah ke istana. Ia merasa lega. Setidaknya ia masih menjadi raja.

Tapi esok harinya, raja yang asli kembali dari pertapaan. Pak Kasim dan isterinya dipersilakan kembali ke rumah mereka. Bu Kasim tidak puas, tapi tidak dapat berbuat apa-apa.
Ketika mereka tiba di depan rumah, gedung megah mereka sudah tidak ada lagi. Di sana hanya ada rumah tua mereka yang sudah reyot.

***

Jika Anda menyukai Cerita Pak Kasim dan Ular, Anda bisa membagikannya ke Twitter, Facebook, Google+, Pinterest atau ke situs lainnya (tentunya menyertakan link balik ke http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/).
Baca selengkapnya

Full Kisah Bangau dan Kepiting

Seekor bangau hidup di dekat sebuah danau. Ia sudah mulai tua sehingga tidak kuat lagi mencari ikan. Ia memutuskan untuk menggunakan akalnya untuk mendapatkan makanan.

Ia pun berjalan-jalan di tepi danau dan sengaja menghela napas keras-keras. Seekor kepiting sedang melintas. Melihat bangau yang tampak sedih itu, ia menyapa, �Hai bangau, mengapa kau begitu sedih?�

http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/
�Tak lama lagi aku akan mati kelaparan,� kata bangau.

�Kemarin aku kebetulan mendengar dua nelayan menjala di danau ini. Salah satu mengatakan bahwa di danau ini banyak ikan dan mengajak temannya menjala di sini. Tetapi temannya berkata danau di sebelah sana lebih banyak ikannya. Jadi mereka akan pergi ke danau itu baru kemudian kembali kemari bila ikan di danau sana sudah habis.�

�Kau tahu, aku akan mati bila tak ada ikan lagi di sini,� lanjut bangau dengan suara sedih.

Kepiting mendengarkan dengan seksama. Kemudian ia menyelam dan memberitahukan berita buruk itu kepada semua ikan.

Dalam sekejab semua ikan berkumpul di dekat bangau. Seekor ikan berkata, �Bangau, kepiting sudah memberitahu kami. Sama seperti dirimu, kami juga dalam bahaya besar. Kau memang musuh kami, tetapi kami percaya kau dapat menolong kami.�

Bangau berpura-pura berpikir, lalu berkata, �Aku sudah tua, apa yang bisa kulakukan untuk kalian. Aku tidak dapat menghalangi kedua nelayan itu.�

Ikan-ikan bercakap-cakap dengan suara berisik. Mereka juga terus membujuk bangau agar mau menolong mereka.

�Bangau,� kata seekor ikan. �Kau memang tidak dapat melawan nelayan, tetapi kau kan bisa memindahkan kami.�

Bangau masih memasang paras muka sedih. Ia pura-pura berpikir. Lalu ia berkata, �Aku pernah melihat sebuah danau di atas bukit. Airnya sangat jernih. Tampaknya banyak makanan untu kalian di sana. Nelayan tak mungkin dapat menemukan danau itu karena letaknya tersembunyi.�

Ikan-ikan sangat gembira. Tetapi mereka bingung melihat bangau sedih lagi.

�Kau seharusnya senang karena dapat menyelamatkan kami. Dengan begitu kau juga tidak akan kehabisan makanan.�

�Kalian kan tahu aku sudah tua. Bagaimana aku dapat membawa kalian semua?�

Ikan-ikan berunding. Akhirnya mereka mengambil keputusan.

�Kau dapat memindahkan kami sedikit-sedikit setiap hari,� kata seekor ikan tua. �Nelayan itu baru akan kembali beberapa minggu lagi. Kau dapat menyelamatkan kami.�

Bangau terlihat gembira seolah karena berhasil menemukan cara menolong ikan-ikan di danau.

�Baiklah, kita berangkat sekarang juga. Siapa siap pergi?�

Ikan-ikan berunding lagi. Akhirnya mereka sepakat bangau akan membawa tiga atau empat ikan setiap hari.

Bangau membuka paruhnya di atas permukaan air dan tiga ikan besar melompat masuk ke dalamnya. Bangau segera terbang membawa mereka. Setelah agak jauh, bangau turun ke darat dan memakan ikan-ikan itu.

Demikianlah, setiap hari bangau mendapatkan banyak makanan tanpa harus susah payah mencari ikan.

Beberapa hari berlalu, tibalah giliran kepiting untuk dipindahkan. Bangau yang menganggap kepiting sebagai musuhnya sangat gembira karena akhirnya kepiting masuk dalam perangkapnya.

�Aku tak dapat membawamu dalam paruhku. Jepitlah leherku dengan capitmu.�
Kepiting menjepit leher bangau. Berangkatlah mereka.

Ketika mereka mendekati tempat bangau biasanya makan, mata kepiting silau. Ada sesuatu di tanah yang memantulkan cahaya matahari. Kepiting penasaran, apa yang begitu menyilaukan? Setelah lebih dekat ia melihat bahwa benda putih yang memantulkan cahaya itu adalah setumpuk tulang ikan.

Sadarlah kepiting bahwa bangau telah memperdaya mereka.

Kepiting langsung memperketat jepitan capitnya di leher bangau. Bangau tidak dapat bernapas. Ia pun jatuh ke tanah dan mati.

***

Jika Anda menyukai Cerita Kisah Bangau dan Kepiting, Anda bisa membagikannya ke Twitter, Facebook, Google+, Pinterest atau ke situs lainnya (tentunya menyertakan link balik ke http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/).
Baca selengkapnya

Full Kancil yang Cerdik dan Buaya Bodoh

Pada suatu hari, kancil sedang minum di tepi sungai, ketika seekor buaya menggigit kakinya. Beberapa buaya lain juga berenang mendekat. Kancil tahu ia harus segera menemukan akal untuk menyelamatkan diri.

http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/
�Halo bapak buaya,� kata kancil sambil menyembunyikan suaranya yang gemetar. �Kebetulan kita bertemu di sini, jadi aku tidak perlu memanggil kalian.�

Para buaya bingung, mengapa kancil ingin bertemu dengan mereka? Buaya yang menggigit kaki kancil bahkan sudah melepaskan gigitannya. Kancil bisa saja melarikan diri, namun ia tahu buaya dapat bergerak dengan sangat cepat. Ia pasti tertangkap lagi.

�Begini, bapak ibu,� lanjut kancil. �Aku diperintah oleh Baginda Raja untuk menghitung jumlah penduduk hutan ini. Berapa jumlah semua buaya di sungai ini?�

Para buaya saling berpandang-pandangan. Mereka tidak tahu berapa jumlah buaya yang ada di sana.

Kancil menunggu sejenak.

http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/
�Kalian tidak tahu?�

Para buaya menggeleng.

�Baiklah.� kata kancil. �Panggil semua buaya kemari.�

Semua buaya dipanggil. Kancil pun mulai menghitung buaya sambil menunjuk-nunjuk. Ia tampak kesulitan menghitung.

�Lebih baik kalian berjajar dari sini ke seberang sana. Aku akan lebih mudah menghitung kalian.�

Para buaya sibuk berjajar. Kancil kemudian menghitung mereka dengan melompat-lompat dari punggung buaya yang satu ke yang lain.

�Satu... dua... tiga... sembilan belas... tiga puluh satu... enam puluh... enam puluh satu, dan terakhir, enam puluh dua!� kata kancil sambil melompat ke seberang sungai.

Namun kancil kelihatan bingung. Ia bergumam keras-keras, �Berapa ya tadi? Enam puluh dua atau enam puluh tiga?�

http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/
Para buaya mulai beranjak dari barisannya.

�Eh,� kata kancil. �Jangan bubar dulu. Lebih baik kuhitung sekali lagi.�
Kancil pun kembali melompat-lompat menghitung buaya kembali ke tepi sungai tempat tadi ia minum.

�Lima puluh sembilan... enam puluh... enam puluh satu... enam puluh dua!�

�Ternyata benar jumlahnya enam puluh dua. Sekarang aku harus melapor kepada Baginda. Terima kasih ya!�

Ia pun lari ke dalam hutan. Karena akalnya yang cerdik, kancil sekali lagi lolos dari bahaya.

***

Jika Anda menyukai Cerita Kancil yang Cerdik dan Buaya Bodoh, Anda bisa membagikannya ke Twitter, Facebook, Google+, Pinterest atau ke situs lainnya (tentunya menyertakan link balik ke http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/).
Baca selengkapnya

Rabu, 21 Oktober 2015

Full Cerita Gadis Landak

Dahulu kala, hidup sepasang suami isteri di sebuah rumah kecil. Adik lelaki sang suami juga tinggal bersama mereka.

Pada suatu hari sang isteri berkata, �Adikmu sudah dewasa. Sudah waktunya menikah. Berikan saja setengah harta kita dan suruh dia mencari tempat tinggal sendiri.� Suaminya tidak tega menyuruh adiknya pergi, tapi isterinya mendesaknya terus. Akhirnya ia setuju.

http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/
Landak
Esok harinya , ia menyuruh adiknya memakai pakaian baru lalu mengajaknya berjalan-jalan.
Mereka berjalan mendaki bukit dan ketika tiba di hutan, sang kakak memberikan sejumlah uang dan mengatakan bahwa sudah waktunya sang adik memulai hidup sendiri. Walaupun sedih, sang kakak menyuruh adiknya pergi dan ia sendiri pulang ke rumahnya.

Sang adik terus berjalan walaupun ia tidak punya tujuan. Malam tiba. Ia melihat sebuah gubuk. Ia meminta ijin kepada pemburu pemilik gubuk itu untuk tinggal semalam.

Malam itu, pemuda itu melihat seekor landak terikat pada tiang. Landak itu terus memandanginya.

�Tuan,� katanya kepada pemburu, �Mengapa kau mengikat landak itu di tiang?�

�Aku akan mengambil kulitnya dan memakan dagingnya.�

�Tapi tuan, lihatlah, landak itu sedih sekali. Tolong lepaskan dia.�

�Aku lelah sekali berburu hari ini, dan hanya landak itu yang kudapat. Tidak, aku tak mau melepaskannya.�

�Kalau begitu, biarlah aku membelinya!� kata pemuda itu sambil menunjukkan uang pemberian kakaknya.

Pemburu menjual landak itu kepada pemuda itu. Pemuda itu membawa landak pergi. Setelah cukup jauh dari gubuk pemburu, ia melepaskan tali pengikat landak dan berkata. �Pergilah jauh-jauh. Kalau kau tertangkap lagi, belum tentu ada yang menolongmu.�

Landak itu memandangi sang pemuda lama sekali. Lalu ia pergi ke semak-semak dan menghilang.

Tiba-tiba terdengar suara gemerisik dan ilalang di dekatnya bergerak-gerak. Alangkah terkejutnya pemuda itu, seorang gadis muda muncul. Gadis itu cantik sekali. Ia membawa sehelai selimut tebal.

�Tuan,� kata gadis itu, �Kau tentu kedinginan.� Ia memberikan selimut yang dibawanya kepada pemuda itu.

�Terima kasih, Nona. Kau baik sekali,� kata pemuda.

�Apakah kau tidak punya rumah?� tanya gadis itu.

�Tentu saja aku punya rumah.�

�Lalu mengapa kau ada di sini?�

Pemuda itu menceritakan perpisahannya dengan kakaknya.

�Apakah kau tidak rindu kepada rumahmu?� tanya gadis itu.

"Aku rindu kepada kakakku, tapi aku tidak berani kembali ke rumah."

�Jangan kuatir, aku akan membawamu ke rumahmu sendiri. Tapi kau harus menikahiku dulu.�

Walaupun agak bingung, pemuda itu setuju. Malam itu mereka mengucapkan sumpah pernikahan dan menjadi pasangan suami isteri.

Esoknya, pagi-pagi sekali, wanita muda itu berkata, �Tutuplah punggungku dengan selimut itu. Lalu naiklah ke punggungku. Berpeganganlah erat-erat dan tutup matamu sampai aku menyuruhmu membukanya.�

Suaminya mengikuti semua perkataan sang isteri. Dan pemuda itu merasa ia sedang terbang. Angin bertiup kencang di telinganya. Tapi dengan patuh ia tetap menutup kedua matanya.

Akhirnya, ia mendengar isterinya berkata, �Sekarang kau boleh membuka matamu.� Pemuda itu membuka matanya dan melihat mereka berada di tepi desanya sendiri.

�Suamiku,� kata sang isteri, �Jangan kembali ke rumah kakakmu dulu, ayo kita mencari tempat tinggal kita sendiri.�

Pemuda itu mengajak isterinya ke sebuah kedai. Ia mengenal pemilik kedai itu. Ia mengenalkan isterinya kepada pemilik kedai dan mereka bercakap-cakap.

�Paman,� kata wanita muda itu, �Kami ingin menetap di desa ini. Dapatkah paman mencarikan sebidang tanah yang akan dijual?�

�Baiklah, aku akan mencarikan tanah yang baik untukmu,� kata paman.

Esok harinya, paman menunjukkan sebidang tanah yang akan dijual, tapi pemiliknya memasang harga yang sangat tinggi. �Kalau kalian sabar, aku akan mencarikan tanah yang lain,� kata paman.

Tapi wanita muda itu berkata, �Tidak usah, paman. Kami punya cukup uang untuk membeli tanah itu.� Wanita itu mengeluarkan uang dan meminta suaminya membeli tanah itu.

Malam itu suami isteri itu melihat tanah yang baru mereka beli. Sang isteri mencabut jepit rambutnya dan membuat gambar rumah di tanah. Ketika ia menarik kembali jepit rambutnya, terdengar suara gemuruh dan bumi bergetar. Sekarang di depan mereka berdiri sebuah rumah besar yang indah dan megah.

�Ini rumah kita,� kata sang isteri, � Ayo kita masuk.�

Rumah itu sudah lengkap dengan perabotan yang indah. Di belakang rumah ada gudang besar yang penuh bahan makanan . Di sampingnya berdiri sebuah kandang berisi belasan kuda. Mereka tinggal di sana dengan tenang dan bahagia.

Tiga tahun berlalu. Pada suatu hari, sang isteri berkata kepada suaminya. �Kita sudah lama menikah, tapi kita tidak dikaruniai anak. Kurasa kau harus mengambil seorang isteri lagi.�

Suaminya tidak setuju. �Aku bahagia hidup denganmu, walaupun kita tidak punya anak.�

�Kau tidak mengerti,� kata isterinya. �Aku tak akan lama hidup bersamamu.�

Wanita itu kemudian menjelaskan bahwa ia adalah landak yang dulu diselamatkan pemuda itu dari pemburu. Ia mengubah dirinya menjadi manusia untuk membalas budi. Ia mendesak suaminya untuk mencari calon isteri.

Pemuda itu pergi mencari calon isteri yang baik. Ia telah bertemu banyak sekali gadis namun tak ada yang menurutnya sebaik gadis landak, isterinya.

Pada suatu hari ia melihat seorang gadis yang menarik hatinya. Pemuda itu menemui ayah sang gadis untuk melamar. Ayah gadis itu seorang pedagang kaya. Ia setuju anak gadisnya dipersunting sang pemuda, dengan satu syarat. Ia minta pemuda membawa tujuh kereta penuh uang perak.

Pemuda itu kembali ke rumahnya dan menceritakan perjalanannya hingga menemukan seorang gadis. Ia menjelaskan syarat yang diminta ayah gadis itu. �Hanya itu syaratnya?� tanya gadis landak.

Esok harinya gadis landak meminta suaminya pergi ke rumah calon isteri barunya. Di halaman rumah sudah menunggu tujuh kereta lengkap dengan kuda dan kusir.

Setelah menikah dengan puteri pedagang, pemuda itu membawa isteri barunya pulang. Mereka disambut hangat oleh gadis landak.

Esok harinya, gadis landak sudah tidak ada. Pemuda itu tidak pernah lagi melihat isteri pertamanya.

Setahun kemudian, isteri keduanya melahirkan sepasang anak kembar seperti yang diinginkan gadis landak.

***

Jika Anda menyukai Cerita Gadis Landak, Anda bisa membagikannya ke Twitter, Facebook, Google+, Pinterest atau ke situs lainnya (tentunya menyertakan link balik ke http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/).
Baca selengkapnya

Full Kisah Ande - Ande Lumut

Dahulu kala, ada dua buah kerajaan, Kediri dan Jenggala. Kedua kerajaan itu berasal dari sebuah kerajaan yang bernama Kahuripan. Raja Erlangga membagi kerajaan itu menjadi dua untuk menghindari perang saudara. Namun sebelum meninggal raja Erlangga berpesan bahwa kedua kerajaan itu harus disatukan kembali.

http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/
Maka kedua raja pun bersepakat menyatukan kembali kedua kerajaan dengan menikahkan putera mahkota Jenggala, Raden Panji Asmarabangun dengan puteri Kediri, Dewi Sekartaji.
Ibu tiri Sekartaji, selir raja Kediri, tidak menghendaki Sekartaji menikah dengan Raden Panji karena ia menginginkan puteri kandungnya sendiri yang nantinya menjadi ratu Jenggala. Maka ia menyekap dan menyembunyikan Sekartaji dan ibunya.

Pada saat Raden Panji datang ke Kediri untuk menikah dengan Sekartaji, puteri itu sudah menghilang. Raden Panji sangat kecewa. Ibu tiri Sekartaji membujuknya untuk tetap melangsungkan pernikahan dengan puterinya sebagai pengganti Sekartaji, namun Raden Panji menolak.

Raden Panji kemudian berkelana. Ia mengganti namanya menjadi Ande-Ande Lumut. Pada suatu hari ia tiba di desa Dadapan. Ia bertemu dengan seorang janda yang biasa dipanggil Mbok Randa Dadapan. Mbok Randa mengangkatnya sebagai anak dan sejak itu ia tinggal di rumah Mbok Randa.

Ande-Ande Lumut kemudian minta ibu angkatnya untuk mengumumkan bahwa ia mencari calon isteri. Maka berdatanganlah gadis-gadis dari desa-desa di sekitar Dadapan untuk melamar Ande-Ande Lumut. Tak seorangpun ia terima sebagai isterinya.

Sementara itu, Sekartaji berhasil membebaskan diri dari sekapan ibu tirinya. Ia berniat untuk menemukan Raden Panji. Ia berkelana hingga tiba di rumah seorang janda yang mempunyai tiga anak gadis, Klething Abang, Klething Ijo dan si bungsu Klething Biru. Ibu janda menerimanya sebagai anak dan diberi nama Klething Kuning.

Klething Kuning disuruh menyelesaikan pekerjaan sehari-hari dari membersihkan rumah, mencuci pakaian dan peralatan dapur. Pada suatu hari karena kelelahan Klething Kuning menangis. Tiba-tiba datang seekor bangau besar. Klething Kuning hampir lari ketakutan. Namun bangau itu berkata, �Jangan takut, aku datang untuk membantumu.�

Bangau itu kemudian mengibaskan sayapnya dan pakaian yang harus dicuci Klething Kuning berubah menjadi bersih. Peralatan dapur juga dibersihkannya. Setelah itu bangau terbang kembali.

Bangau itu kembali setiap hari untuk membantu Klething Kuning. Pada suatu hari bangau menceritakan tentang Ande-Ande Lumut kepada Klething Kuning dan menyuruhnya pergi melamar.

Klething Kuning minta ijin kepada ibu angkatnya untuk pergi ke Dadapan. Ibunya mengijinkan ia pergi bila pekerjaannya sudah selesai. Ia pun sengaja menyuruh Klething Kuning mencuci sebanyak mungkin pakaian agar ia tidak dapat pergi.

Sementara itu ibu janda mengajak ketiga anak gadisnya ke Dadapan untuk melamar Ande-Ande Lumut. Di perjalanan mereka tiba di sebuah sungai yang sangat lebar. Tidak ada jembatan atau perahu yang melintas. Mereka kebingungan. Lalu mereka melihat seekor kepiting raksasa menghampiri mereka.

�Namaku Yuyu Kangkang. Kalian mau kuseberangkan?�

Mereka tentu saja mau.

�Tentu saja kalian harus memberiku imbalan.�

�Kau mau uang? Berapa?� tanya ibu janda.

�Aku tak mau uangmu. Anak gadismu cantik-cantik. Aku mau mereka menciumku.�

Mereka terperanjat mendengar jawaban Yuyu Kangkang. Namun mereka tidak mempunyai pilihan lain. Akhirnya mereka setuju. Kepiting raksasa itu menyeberangkan mereka satu persatu dan mereka pun memberikan ciuman sebagai imbalan.

Sesampainya di rumah mbok Randa, mereka minta bertemu dengan Ande-Ande Lumut.
Mbok Randa mengetuk kamar Ande-Ande Lumut, katanya, �Puteraku, lihatlah, gadis-gadis cantik ini ingin melamarmu. Pilihlah satu sebagai isterimu.�

�Ibu,� sahut Ande-Ande Lumut, �Katakan kepada mereka, aku tidak mau mengambil kekasih Yuyu Kangkang sebagai isteriku.�

Ibu Janda dan ketiga anak gadisnya terkejut mendengar jawaban Ande-Ande Lumut.
Bagaimana pemuda itu tahu bahwa mereka tadi bertemu dengan kepiting raksasa itu? Dengan kecewa mereka pun pulang.

Di rumah, Klething Kuning sudah menyelesaikan semua tugasnya berkat bantuan bangau ajaib. Bangau itu memberinya sebatang lidi.

Ketika ibu angkatnya kembali Klething Kuning sekali lagi meminta ijin untuk pergi menemui Ande-Ande Lumut. Ibu angkatnya terpaksa mengijinkan, namun ia sengaja mengoleskan kotoran ayam ke punggung Klething Kuning.

Klething Kuning pun berangkat. Tibalah ia di sungai besar. Kepiting raksasa itu mendatanginya untuk menawarkan jasa membawanya ke seberang sungai.

�Gadis cantik, kau mau ke seberang? Mari kuantarkan,� kata Yuyu Kangkang

�Tidak usah, terima kasih� kata Klething Kuning sambil berjalan menjauh.

�Ayolah, kau tak perlu membayar,� Yuyu Kangkang mengejarnya.�Cukup sebuah ci... Aduh!�

Klething Kuning mencambuk Yuyu Kangkang dengan lidi pemberian bangau. Kepiting raksasa itu pun lari ketakutan.

Klething Kuning kemudian mendekati tepi air sungai dan menyabetkan lidinya sekali lagi. Air sungai terbelah, dan ia pun bisa berjalan di dasar sungai sampai ke seberang.

Klething Kuning akhirnya tiba di rumah Mbok Randa. Mbok Randa menerimanya sambil mengernyitkan hidung karena baju Klething Kuning bau kotoran ayam. Ia pun menyilakan gadis itu masuk lalu ia pergi ke kamar Ande-Ande Lumut.

�Ande anakku, ada seorang gadis cantik, tetapi kau tak perlu menemuinya. Bajunya bau sekali, seperti bau kotoran ayam. Biar kusuruh ia pulang saja.�

�Aku akan menemuinya, Ibu,� kata Ande-Ande Lumut.

�Tetapi... ia...,� sahut Mbok Randa.

�Ia satu-satunya gadis yang menyeberang tanpa bantuan Yuyu Kangkang, ibu. Ialah gadis yang aku tunggu-tunggu selama ini.�

Mbok Randa pun terdiam. Ia mengikuti Ande-Ande Lumut menemui gadis itu.

Klething Kuning terkejut sekali melihat Ande-Ande Lumut adalah tunangannya, Raden Panji Asmarabangun.

�Sekartaji, akhirnya kita bertemu lagi,� kata Raden Panji.

Raden Panji kemudian membawa Dewi Sekartaji dan Mbok Randa Dadapan ke Jenggala. Raden Panji dan Dewi Sekartaji pun menikah. Kerajaan Kediri dan Jenggala pun dipersatukan kembali.

***

Jika Anda menyukai Cerita Rakyat Kisah Ande - Ande Lumut, Anda bisa membagikannya ke Twitter, Facebook, Google+, Pinterest atau ke situs lainnya (tentunya menyertakan link balik ke http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/).
Baca selengkapnya

Full Tiga Pangeran dan Peri Air

Dahulu kala hiduplah seorang raja dengan tiga putera. Yang tertua bernama Pangeran Bintang, adiknya bernama Pangeran Bulan dan yang bungsu Pangeran Matahari. Sang raja begitu gembira dengan kelahiran pengeran ketiga sehingga ia berjanji kepada sang ratu akan memenuhi apapun yang dimintanya. Sang ratu mengingat janji raja kepadanya, namun ia menunggu hingga putera ketiganya dewasa.

Pada ulang tahun Pangeran Matahari yang ke duapuluh satu, sang ratu berkata kepada raja,�Yang mulia, ketika anak ketiga kita lahir dulu, kau berjanji akan memberiku hadiah. Sekarang aku minta Yang Mulia menyerahkan kerajaan ini kepada Pangeran Matahari.�

Sang raja menolak, dan mengatakan bahwa kerajaan harus diserahkan putera tertua, karena itu sudah menjadi haknya. Kemudian bila putera pertama tidak dapat menjadi raja, kerajaan menjadi hak putera kedua. Hanya bila kedua kakaknya meninggal, putera ketiga berhak memerintah kerajaan.

Ratu pergi, namun raja dapat melihat bahwa ratu tidak puas dengan jawabannya. Raja khawatir ratu akan melakukan sesnatu untuk menyingkirkan putera pertama dan kedua.

Maka ia memanggil pangeran pertama dan kedua. Ia menyuruh mereka pergi dan tinggal di hutan hingga ia wafat. �Kemudian kembalilah dan memerintah di kerajaan ini sesuai dengan hakmu.�

Ketika mereka berjalan ke luar istana, Pangeran Matahari melihat mereka dan bertanya, �Kak, ke mana kalian pergi?�

Ketika mendengar kemana dan mengapa mereka pergi, Pangeran Matahari berkata, �Aku ikut bersama kalian, Kak.�

Mereka terus berjalan hingga masuk ke hutan. Di sana mereka menemukan sebuah kolam dan memutuskan untuk beristirahat sejenak. �Pergilah ke kolam, Dik,� kata pangeran tertua kepada Pangeran Matahari. �Mandi dan minumlah. Kemudian bawakan sedikit air, kami menunggu di sini.�

Raja peri telah memberikan kolam itu kepada seorang peri air. �Kau berkuasa di kolam ini,� kata raja peri. �dan kau boleh melakukan apa saja kepada siapa pun yang datang ke kolam ini, kecuali bila ia dapat menjawab pertanyaanku.� Peri air mendengarkan dengan seksama. Pertanyaan itu adalah,�Seperti apa peri yang baik itu?�

Ketika Pangeran Matahari masuk ke dalam kolam, peri air betanya kepadanya,�Seperti apa peri yang baik itu?�

�Peri yang baik,� kata Pangeran Matahari setelah berpikir sejenak, �seperti matahari dan bulan.�

�Kau tidak tahu seperti apa peri yang baik,� dan peri air membawa pemuda malang itu ke guanya di dasar kolam.

Setelah menunggu cukup lama dan adik mereka tidak muncul, Pangeran Bintang menyuruh Pangeran Bulan menyusulnya.

Di kolam ia tidak melihat adiknnya. Air kolam yang jernih membuatnya ingin mandi. Ia masuk ke dalam kolam. Tiba-tiba muncul peri air yang langsung bertanya, �Katakan, seperti apa peri yang baik?�

�Seperti langit di atas kita,� jawab Pangeran Bulan.

�Ternyata kau juga tidak tahu," kata peri air sambil menyeret Pangeran Bulan ke guanya.

�Pasti terjadi sesuatu pada adik-adikku,� kata Pangeran Bintang dalam hati. Ia pun pergi ke kolam. Di tepi kolam ia melihat jejak kaki adik-adiknya masuk ke dalam kolam. Tahulah ia bahwa ada seorang peri air tinggal di dalam kolam itu. Ia menarik pedangnya dan menyiapkan busurnya. Ia menunggu dengan sabar.

Peri muncul, menyamar sebagai seorang pencari kayu.�Kau tampak lelah, teman,� katanya kepada Pangeran. �Mengapa kau tidak mandi di kolam lalu berbaring di tepi sana?�

Namun Pangeran itu tahu pencari kayu itu adalah peri air. Ia berkata,�Kau telah mengambil kedua adikku.�

"Ya," kata peri air.

"Mengapa kau mengambil mereka?"

"Karena mereka tidak dapat menjawab pertanyaanku," kata peri air, �dan raja peri memberiku kuasa untuk melakukan apa saja kepada semua orang yang masuk ke dalam air kecuali mereka yang dapat menjawab pertanyaanku dengan benar."

"Aku akan menjawabnya," kata Pangeran, �Peri yang baik seperti pemilik hati yang murni, yang takut akan dosa dan berbuat baik dalam kata-kata dan perbuatan."

"Oh Pangeran yang bijaksana,� kata peri air. �aku akan mengembalikan satu adikmu. Yang mana yang harus kukembalikan kepadamu?"

"Kembalikan si bungsu," kata Pangeran,�Karena ialah ayah kami menyuruh kami pergi, Aku tak dapat pergi bersama Pangeran Bulan dan meninggalkan Pangeran Matahari yang malang di sini.�.

�Pangeran, kau sungguh bijaksana,� kata peri air, �Kau tahu apa yang harus kau lakukan dan baik hati. Aku akan mengembalikan kedua adikmu."

Ketiga pangeran itu tinggal di hutan bersama-sama hingga ayah mereka wafat. Kemudian mereka kembali ke istana. Pangeran Bintang menjadi raja dan ia mengajak kedua adiknya memerintah bersamanya, Ia juga membangun sebuah rumah untuk peri air di taman istana.

***

Jika Anda menyukai Cerita Rakyat Tiga Pangeran dan Peri Air, Anda bisa membagikannya ke Twitter, Facebook, Google+, Pinterest atau ke situs lainnya (tentunya menyertakan link balik ke http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/).
Baca selengkapnya

Full Legenda Rawa Pening

Dahulu kala, warga desa Ngebel terkejut melihat seekor ular yang sangat besar. Karena takut ular itu akan menyerang mereka, warga desa beramai-ramai menangkap ular yang bernama Baru Klinting itu. Setelah tertangkap ular itu dibunuh dan dagingnya disantap dalam sebuah pesta. Hanya satu warga desa yang tidak mereka ajak menikmati pesta itu, yaitu seorang nenek tua miskin bernama Nyai Latung.

Legenda Rawa Pening
Beberapa hari kemudian muncul seorang anak laki-laki berumur sekitar sepuluh tahun. Ia tampak kumal dan tidak terawat, bahkan kulitnya pun ditumbuhi penyakit. Anak itu mendatangi setiap rumah dan meminta makanan kepada warga desa. Namun tak seorang pun memberinya makanan atau air minum. Mereka malah mengusirnya dan mencaci makinya.

Akhirnya ia tiba di rumah yang terakhir, rumah Nyai Latung. Di depan rumah reot itu Nyai Latung sedang menumbuk padi dengan lesung.

�Nenek,� kata anak itu, �Saya haus. Boleh minta air, nek?�

Nenek Latung mengambil segelas air yang diminum anak itu dengan lahap. Nyai Latung memandangi anak itu dengan iba.

�Mau air lagi? Kau mau makan? Tapi nenek cuma punya nasi, tidak ada lauk.�

Legenda Rawa Pening
�Mau, nek. Nasi saja sudah cukup. Saya lapar,� sahut anak itu.

Nenek segera mengambilkan nasi dan sisa sayur yang ada. Ia juga mengambilkan air lagi untuk anak itu, Anak itu makan dengan lahap, hingga tidak sebutir nasipun tersisa.

�Siapa namamu, nak? Di mana ayah ibumu?�

�Namaku Baru Klinting. Ayah dan ibu sudah tiada.�

�Kau tinggal saja di sini menemani nenek,�

�Terima kasih, nek. Tapi saya pergi saja. Orang-orang di sini jahat, nek. Hanya nenek saja yang baik hati kepadaku.�

Baru Klinting kemudian bercerita tentang warga desa yang tidak ramah kepadanya. Kemudian, ia pun pamit. Sebelum pergi, ia berpesan kepada Nyai Latung.

Legenda Rawa Pening
�Nek, nanti jika nenek mendengar suara kentongan, nenek naiklah ke atas lesung. Nenek akan selamat.�

Meskipun tidak mengerti maksud Baru Klinting, Nyai Latung mengiyakan saja.

Baru Klinting masuk ke desa lagi. Ia mendatangi anak-anak yang sedang bermain. Ia mengambil sebatang lidi lalu menancapkannya di tanah. Lalu ia memanggil anak-anak.

�Ayo... siapa yang bisa mencabut lidi ini?�

Anak-anak mengejek Baru Klinting namun ketika satu per satu mereka mencoba mencabut lidi, tak ada yang berhasil. Mereka pun memanggil anak-anak yang lebih besar. Semua mencoba, semua gagal. Orang-orang dewasa pun berkumpul dan mencoba mencabut lidi. Tetap tidak ada yang berhasil.

Akhirnya Baru Klinting sendiri yang mencabut sendiri lidi itu. Dari lubang di tanah bekas menancapnya lidi memancar air yang makin lama makin banyak dan makin deras. Orang-orang berlarian kalang kabut, Salah seorang membunyikan kentongan sebagai tanda bahaya. Namun air cepat menjadi banjir dan menenggelamkan seluruh desa.

Legenda Rawa Pening
Nyai Latung mendengar bunyi kentongan di kejauhan, Ia teringat pesan Baru Klinting dan segera naik ke atas lesung. Baru ia duduk di dalam lesung, air sudah datang dan makin tinggi. Lesung itu terapung-apung. Nyai Latung melihat para tetangganya sudah mati tenggelam.

Setelah beberapa lama, air berhenti naik dan perlahan-lahan mulai surut. Lesung Nyai Latung terbawa menepi sehingga ia dapat naik ke darat. Hanya ia yang selamat dari banjir. Warga desa yang lain semuanya tewas.

Air tidak seluruhnya kering kembali namun meninggalkan genangan luas berbentuk danau yang sekarang disebut Rawa Pening. Rawa Pening terletak di daerah Ambarawa.

Rawa Pening luasnya 2670 hektare. Sekarang digunakan untuk pengairan dan budi daya ikan selain juga menjadi tempat wisata. Enceng gondok yang memenuhi permukaannya digunakan untuk bahan kerajinan dan keperluan lain. Sedangkan air sungai Tuntang yang berhulu di danau itu digunakan untuk pembangkit listrik. Namun sekarang Rawa Pening mengalami pendangkalan dan dikhawatirkan lambat laun akan lenyap bila tetap dibiarkan seperti saat ini.

***

Jika Anda menyukai Legenda Rawa Pening, Anda bisa membagikannya ke Twitter, Facebook, Google+, Pinterest atau ke situs lainnya (tentunya menyertakan link balik ke http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/).

Baca selengkapnya

Full Monyet dan Kacang Polong

Dahulu kala, seorang raja memerintah sebuah kerajaan yang besar. Sang raja suka sekali bepergian. Ia tidak suka mengunjungi negaranya sendiri, tapi lebih suka pergi ke negara lain. 

Pada suatu hari sang raja membawa pasukan tentara berlibur di sebuah negara yang jauh.
Raja berjalan-jalan di hutan sepanjang pagi. Kemudian ia dan tentaranya beristirahat di kemah. Kuda-kuda mereka juga perlu melepas lelah. Mereka diberi makan kacang polong. 

Monyet dan Kacang Polong
Seekor monyet yang tinggal di hutan itu mengawasi rombongan itu dari kejauhan. Ketika ia melihat kacang polong yang diberikan kepada kuda, segera ia turun dari pohon dan mengisi mulut dan tangannya dengan kacang polong banyak-banyak. Lalu ia naik lagi ke pohon dan makan.

Tiba-tiba, sebutir kacang terlepas dari tangan monyet dan jatuh ke tanah. Monyet yang serakah itu langsung melemparkan semua kacang dalam genggamannya dan turun dari pohon untuk mencari kacang yang jatuh itu. 

Monyet dan Kacang Polong
Kacang itu tidak ditemukannya. Monyet memanjat pohon lagi dan baru menyadari ia kehilangan semua kacangnya. Dengan sedih, ia berkata pada dirinya sendiri, �Demi sebutir kacang, aku membuang semua kacangku.�

Raja diam-diam memperhatikan tingkah laku monyet itu. �Aku tidak mau seperti monyet itu. Ia kehilangan banyak sekali demi keuntungan kecil. Aku akan kembali ke negeriku dan menikmati apa yang sudah kumiliki.�
Raja kemudian mengajak tentaranya pulang ke negaranya sendiri.

Moral: Hargai apa yang kamu miliki

***

Jika Anda menyukai Cerita Monyet dan Kacang Polong, Anda bisa membagikannya ke Twitter, Facebook, Google+, Pinterest atau ke situs lainnya (tentunya menyertakan link balik ke http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/).
Baca selengkapnya

Full Asal Usul Barongsai

Pada masa pemerintahan Kaisar Huang Ti yang juga dikenal sebagaiKaisar Kuning di Cina, muncul seekor hewan buas yang disebut Nien. Nien membunuh banyak manusia dan hewan. Tak ada yang dapat membunuh Nien.

Asal Usul Barongsai
Manusia kemudian meminta bantuan kepada singa. Singa menyerang Nien. Walaupun tidak dapat membunuh Nien, singa melukainya. Nien melarikan diri.

Namun, ketika singa tidak ada, Nien menyerang lagi. Manusia pun mancari cara agar Nien tida menyerang lagi. Dibuatlah tiruan singa dari bahan bambu,kertas dan kain. Di dalamnya ada dua orang. Yang seorang memainkan kepala singa dan seorang lagi menggerakkan bagian belakang tubuh singa. Diiringi musik yang gegap gempita, tiruan singa itu dimainkan ketika Nien menyerang. Ternyata Nien lari ketika bertemu dengan tiruan singa yang sekarang kita sebut Barongsai itu.

Barongsai berhasil mengusir Nien yang buas. Bertahun-tahun kemudian, Nien sudah tidak pernah terlihat lagi. Barongsai kemudian dimainkan tiap tahun pada perayaan Tahun Baru Cina dan berbagai perayaan lain.


***

Jika Anda menyukai Cerita Asal Usul Barongsai, Anda bisa membagikannya ke Twitter, Facebook, Google+, Pinterest atau ke situs lainnya (tentunya menyertakan link balik ke http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/).
Baca selengkapnya

Full Legenda Kepiting Pantai

Dahulu kala, di Vietnam hiduplah seorang pemburu muda bernama D� Tr�ng. Tiap hari ia pergi ke hutan membawa busur dan anak panah untuk berburu. Ia selalu melewati sarang sepasang ular belang. Mulanya D� Tr�ng takut kepada ular itu, tapi karena mereka tidak pernah mengganggunya, lama-lama ia terbiasa dengan ular-ular itu. Ia bahkan suka mengamati gerakan ular dan sisik-sisik mereka yang indah.

Legenda Kepiting Pantai
Pada suatu hari, D� Tr�ng melihat kedua ular belang itu berkelahi dengan seekor ular berbisa yang besar. D� Tr�ng segera mengambil busur. Anak panahnya mengenai leher ular berbisa yang kemudian melarikan diri. Seekor ular belang mengejarnya, sementara pasangannya sudah mati. D� Tr�ng menguburkan ular yang mati itu.

Malam harinya, D� Tr�ng bermimpi ular belang datang kepadanya. Ular itu berterima kasih karena D� Tr�ng telah menolongnya dan menguburkan pasangannya. Sebagai tanda terima kasih ia memberikan sebutir mutiara. �Letakkan mutiara ini di bawah lidahmu. Kau akan memahami bahasa binatang,� kata ular.

Esok harinya ketika D� Tr�ng bangun, ia menemukan mutiara yang indah di dekat bantalnya. Ketika pergi berburu, D� Tr�ng memanah seekor rusa. Panahnya meleset. Seekor burung gagak berkaok-kaok ribut di dahan pohon. D� Tr�ng meletakkan mutiara di bawah lidahnya. Seketika ia mendengar gagak itu berbicara kepadanya.

�Ke sana! Rusa itu lari ke timur!� kata gagak. �Ayo kejar!�

D� Tr�ng mengejar rusa bersama gagak. Ia berhasil menangkap rusa itu. D� Tr�ng membersihkan daging rusa dan memberikan sebagian kepada gagak. Sejak itu gagak selalu menemani D� Tr�ng berburu.Tiap hari D� Tr�ng selalu mendapat hewan buruan berkat bantuan gagak. D� Tr�ng tidak pernah lupa meninggalkan sebagian hasil buruannya untuk gagak.

Pada suatu hari, D� Tr�ng menangkap seekor kijang. Ketika ia selesai membersihkan kijang, ia tidak melihat gagak. D� Tr�ng tidak menunggu gagak kembali. Ia meninggalkan daging untuk gagak di bawah pohon dan langsung pulang.

Tak lama kemudian gagak datang ke rumah D� Tr�ng dan meminta bagiannya. Rupanya daging yang disisihkan D� Tr�ng diambil oleh hewan lain. Gagak marah karena mengira D� Tr�ng tidak memberinya daging kijang. D� Tr�ng juga marah karena tuduhan gagak. Ia memanah gagak, tapi tidak kena. Gagak terbang berputar-putar sambil berteriak-teriak. Lalu ia mengambil anak panah D� Tr�ng dan terbang pergi.

Beberapa hari kemudian D� Tr�ng ditangkap. Anak panah dengan tulisan namanya ditemukan pada mayat yang tenggelam di sungai. Walaupun D� Tr�ng mengatakan ia tidak membunuh orang itu, tapi karena bukti anak panah itu, ia dinyatakan bersalah dan dipenjarakan.

Pada suatu hari, D� Tr�ng melihat semut banyak sekali berbaris di dinding penjara. Semut-semut itu berjalan cepat-cepat membawa makanan dan telur mereka. D� Tr�ng bertanya kepada semut mengapa tergesa-gesa. �Kami mengungsi,� kata semut. �Ada banjir besar tak lama lagi.� D� Tr�ng memberitahukan berita itu kepada penjaga. Penjaga itu memberi tahu kepala penjara yang segera melapor kepada raja.

Raja merasa berita itu aneh, tapi ia segera memerintahkan untuk menyiapkan semua kebutuhan yang diperlukan bila banjir benar-benar datang. Ia juga meminta rakyatnya bersiap-siap, bahkan mengungsi. Tiga hari kemudian, terjadi banjir besar. Karena peringatan D� Tr�ng, seluruh negeri selamat. Raja memanggil D� Tr�ng. Ia dibebaskan dari penjara dan diangkat menjadi penasehat raja.

Pada suatu hari D� Tr�ng mendengar burung-burung mengatakan bahwa tentara negara tetangga akan untuk menyerang mereka. D� Tr�ng segera melapor kepada raja. Raja segera mempersiapkan pasukan untuk menahan serangan.Tentara negara tetangga berhasil dihalau. Sekali lagi D� Tr�ng berjasa menyelamatkan negara.

Pada suatu hari raja mengajak D� Tr�ng pergi berlayar. D� Tr�ng mendengar suara aneh. Seekor cumi-cumi berenang di samping perahu sambil menyanyi penuh semangat. D� Tr�ng mendengarkan lagu cumi-cumi yang lucu. Ia pun tertawa terbahak-bahak hingga mutiara di mulutnya melompat ke luar dan tenggelam di laut.

D� Tr�ng segera memberitahu sang raja bahwa mutiaranya yang sangat berharga jatuh di laut. Raja segera memerintahkan semua orang mencari mutiara itu. Semua tentara dan pelayan yang ada di perahu mencari mutiara itu, namun tidak menemukannya.

D� Tr�ng mengaduk-aduk pasir di pantai, berharap menemukan mutiaranya kembali. Bertahun-tahun ia mencari tapi tetap tidak menemukan mutiara yang hilang. Akhirnya ia meninggal karena sedih.

Bila kamu pergi ke pantai berpasir, kamu akan melihat kepiting-kepiting kecil di pantai. Hewan-hewan kecil itu menggali lubang di pasir, berkeliaran dari lubang ke lubang seperti mencari-cari sesuatu yang tidak pernah ditemukan. Orang-orang Vietnam percaya bahwa kepiting-kepiting itu adalah penjelmaan D� Tr�ng yang masih penasaran karena belum menemukan mutiaranya.

***

Jika Anda menyukai Cerita Legenda Kepiting Pantai, Anda bisa membagikannya ke Twitter, Facebook, Google+, Pinterest atau ke situs lainnya (tentunya menyertakan link balik ke http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/).
Baca selengkapnya

Full Keong dan Kancil Balapan Lari

Pada suatu hari yang panas, kancil ingin minum di sebuah sungai. Ketika tiba di dekat sungai, kancil melihat seekor keong berjalan ke arah sungai. Keong itu berjalan pelan sekali di antara dua buah semak berduri sehingga kancil tidakbisa lewat.

�Yong, cepat sedikit! Aku haus sekali,� kata kancil
�Tunggu, cil,� kata keong.

Cerita Anak Keong dan Kancil Balapan Lari
Keong berusaha berjalan secepat mungkin tapi kancil sudah tidak sabar. Kancil marah dan mulai mengejek keong.

�Makanya, yong. Kalau mau jalanmu cepat, jangan bawa-bawa rumahmu,� kata kancil.
Kancil terus mengejek sehingga keong kesal. �Jalanku memang pelan. Tapi aku bisa lari lebih cepat darimu,�
�Kamu lari lebih cepat dariku?� kancil tertawa geli sampai terguling-guling di tanah.
�Kamu tidak percaya? Jalanku memang lambat, tapi kalau mau aku bisa lari lebih cepat darimu.�
�Kalau begitu, kita balapan yuk!� kata kancil
�Ayo, siapa takut! Besok kita balapan lari dari pohon cemara sampai pohon durian itu.�
�Baik, besok kita bertemu pada waktu matahari terbit. Jangan nangis kalau kalah, ya.� Kancil pun pergi sambil tertawa-tawa.

Seekor kelinci dan burung-burung menasihati keong agar membatalkan balapan. �Kau pasti kalah,� kata kelinci. �Benar, batalkan saja,� kata burung pipit.
�Datang saja besok, kita lihat apa yang terjadi,� kata keong.

Esok paginya, seluruh warga hutan sudah mendengar berita keong menantang kancil balapan. Banyak hewan datang menonton. Kancil senang sekali. Dia yakin sekali akan menang.

�Yong, kau yakin akan tetap balapan denganku? Tak perlu malu, belum terlambat untuk membatalkannya.�
Keong menjawab dengan percaya diri, �Ayo kita mulai!�

Balapan dimulai. Kancil mulai berlari. �Yong, aku lari pelan-pelan saja... toh aku akan tetap menang.�
�Hei, kancil! Aku di depanmu!�
Kancil terkejut. Keong sudah mendahuluinya. Kancil pun mempercepat larinya.

Beberapa saat kemudian....
�Yong?�
�Aku di sini!� terdengar suara kecil di depan kancil.
Kancil sekarang lari secepat-cepatnya, tapi....
�Yong?�
�Hei, kancil! Kalau tidak cepat, kau akan kalah!�

Tiap kali kancil memanggil, �Yong?�, keong selalu ada di depannya.
Kancil sudah hampir sampai di pohon durian. Dengan gugup ia memanggil, �Yong?�
Keong sudah ada di bawah pohon durian. �Aku di sini, cil. Aku menang!�
Penonton bersorak sorai. Kancil yang sombong sangat malu. Ia pergi dengan kepala tertunduk.
Benarkah keong berlari lebih cepat dari kancil? Tentu saja tidak! Tapi keong cerdik. Ia mengumpulkan teman-temannya. Semua keong tampak serupa. Keong yang banyak sekali itu berjalan pelan-pelan di sepanjang jalur balapan. Tiap ada panggilan, �Yong?� keong yang berada di depan kancil menjawab. Satu keong bersembunyi di bawah pohon durian, ketika kancil hampir sampai, ia menampakkan diri.

Siapa lemah harus cerdik!

***

Jika Anda menyukai Cerita Anak Keong dan Kancil Balapan Lari, Anda bisa membagikannya ke Twitter, Facebook, Google+, Pinterest atau ke situs lainnya (tentunya menyertakan link balik ke http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/).
Baca selengkapnya

Full Nasrudin Hoja dan Jubah yang Jatuh

Pada suatu malam, Hoja bertemu teman-temanya dan pulang larut malam. Mereka berjalan bersama sampai ke rumah Hoja, lalu teman-temannya melanjutkan perjalanan pulang.

Nasrudin Hoja dan Jubah yang Jatuh
Begitu masuk rumah, Hoja disambut isterinya yang marah. "Susah payah aku memasak makan malam untukmu!" katanya sambil menjewer telinga Hoja. Begitu kuatnya, sehingga Hoja terjatuh, dan menabrak sebuah peti.

Teman-teman Hoja yang masih belum jauh mendengar suara gaduh dan cepat-cepat kembali ke rumah Hoja.

"Ada apa?" tanya seorang teman.
"Suara apa tadi?" tanya yang lain.
"Tidak ada apa-apa," jawab Hoja.
"Tadi kami mendengar suara gaduh, seperti ada barang berat jatuh."
"Oooh... itu ya. Hanya jubahku yang jatuh," jawab Hoja.
Teman-teman Hoja sambil berpandangan.
"Tidak mungkin cuma jubah yang jatuh suaranya segaduh itu..." kata seorang dari mereka
"Mungkin saja...." kata Hoja. "Karena kebetulan aku sedang ada di dalamnya."

***

ika Anda menyukai Cerita Anak Nasrudin Hoja dan Jubah yang Jatuh, Anda bisa membagikannya ke Twitter, Facebook, Google+, Pinterest atau ke situs lainnya (tentunya menyertakan link balik ke http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/).
Baca selengkapnya

Full Kucing Kurus Kucing Gemuk

Dahulu kala, hidup seorang wanita tua yang miskin. Tubuhnya kurus karena ia hanya makan seadanya. Wanita itu memelihara seekor kucing yang sama kurusnya.

Pada suatu hari, si kucing kurus bertemu dengan seekor kucing yang gemuk, dengan bulu yang tebal dan indah. �Hai, teman�, kata si kurus. �Kau gemuk dan sehat. Pasti kau ini kucing yang paling bahagia di seluruh dunia. Jangan-jangan kau berpesta tiap hari.��

Kucing Kurus Kucing Gemuk
Kucing gemuk memperhatikan kucing kurus yang baru ditemuinya itu. �Benar,� katanya.�Aku makan dari meja makan raja. Kau tahu, makanan apa saja ada di sana.�

�Kau peliharaan raja?� tanya si kurus kagum.

�Oh, bukan,� kata si gemuk. �Tapi tiap kali makanan dihidangkan di meja makan raja, aku mengambil sedikit makanan yang kusukai.

�Kadang-kadang aku mendapat ayam goreng, daging sapi asap atau ikan bakar. Malah aku pernah minum kaldu dari mangkuk raja.�

Kucing kurus membayangkan meja makan yang penuh hidangan lezat yang belum pernah dilihatnya. Ia ingin dapat merasakan makanan itu. �Besok aku ajak kau ke sana,� kata si gemuk.

Kucing kurus bercerita kepada majikannya dengan penuh semangat. Tapi wanita tua itu malah menjadi sedih. �Jangan pergi ke istana dan mencuri makanan raja. Kalau tertangkap, pasti kau celaka,� kata wanita itu.


Kucing Kurus Kucing Gemuk
Kucing kurus tidak menghiraukan nasihat wanita tua. �Si gemuk makan di sana tiap hari, dan ia tidak pernah tertangkap,� begitu pikirnya. �Kalau dia bisa, aku juga pasti bisa.� Esok harinya kucing kurus pergi dengan kucing gemuk ke istana.

Pada hari sebelumnya, beberapa kucing yang mencuri makanan telah membuat meja makan berantakan sehingga raja marah besar. �Sudah saatnya kita membersihkan istana dari kucing. Tangkap semua kucing di istana dan hukum mati!� perintah raja.

Kucing gemuk memperingatkan kucing kurus tentang perintah raja itu. Mereka berdua menyelinap ke istana dengan hati-hati. Ketika sampai di meja makan, mereka menunggu di bawah meja sampai tidak ada orang lalu lalang di sekitar meja.

Sudah tidak terlihat orang di sekitar meja makan sekarang. Si gemuk melompat ke atas meja. Si kurus mengikuti. Si gemuk mengambil paha ayam goreng yang besar lalu segera lari ke luar istana. Si kurus mengambil ikan bakar.

Ia akan melompat dari meja, tapi ia melihat mangkuk sup penuh kaldu yang baunya luar biasa sedap. Ia menghampiri mangkuk sup dan mencicipi sedikit. Ternyata supnya enak sekali. Si kurus minum sedikit lagi, lalu sedikit lagi.

Saking enaknya kuah sup itu, si kurus lupa bahwa ia menghadapi bahaya. Tiba-tiba, �Dapat!� Sebuah tangan menangkap lehernya dan si kurus dibawa ke luar ruang makan.


Wanita tua menunggu di rumah dengan cemas. Ketika malam tiba dan si kurus tidak pulang, ia tahu bahwa kucingmya tidak akan pernah kembali. �Seandainya kau puas dengan makanan yang kau dapat dengan jujur, kau masih hidup sekarang,� keluhnya sedih.

***

ika Anda menyukai Cerita Rakyat Kucing Kurus Kucing Gemuk, Anda bisa membagikannya ke Twitter, Facebook, Google+, Pinterest atau ke situs lainnya (tentunya menyertakan link balik ke http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/).
Baca selengkapnya

Senin, 19 Oktober 2015

Full Asal Usul Kota Banyuwangi

Pada zaman dahulu di kawasan ujung timur Propinsi Jawa Timur terdapat sebuah kerajaan besar yang diperintah oleh seorang Raja yang adil dan bijaksana. Raja tersebut mempunyai seorang putra yang gagah bernama Raden Banterang. Kegemaran Raden Banterang adalah berburu. �Pagi hari ini aku akan berburu ke hutan. Siapkan alat berburu,� kata Raden Banterang kepada para abdinya. Setelah peralatan berburu siap, Raden Banterang disertai beberapa pengiringnya berangkat ke hutan. Ketika Raden Banterang berjalan sendirian, ia melihat seekor kijang melintas di depannya. Ia segera mengejar kijang itu hingga masuk jauh ke hutan. Ia terpisah dengan para pengiringnya.

�Kemana seekor kijang tadi?�, kata Raden Banterang, ketika kehilangan jejak buruannya. �Akan ku cari terus sampai dapat,� tekadnya. Raden Banterang menerobos semak belukar dan pepohonan hutan. Namun, binatang buruan itu tidak ditemukan. Ia tiba di sebuah sungai yang sangat bening airnya. �Hem, segar nian air sungai ini,� Raden Banterang minum air sungai itu, sampai merasa hilang dahaganya. Setelah itu, ia meninggalkan sungai. Namun baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba dikejutkan kedatangan seorang gadis cantik jelita.

�Ha? Seorang gadis cantik jelita? Benarkah ia seorang manusia? Jangan-jangan setan penunggu hutan,� gumam Raden Banterang bertanya-tanya. Raden Banterang memberanikan diri mendekati gadis cantik itu. �Kau manusia atau penunggu hutan?� sapa Raden Banterang. �Saya manusia,� jawab gadis itu sambil tersenyum. Raden Banterang pun memperkenalkan dirinya. Gadis cantik itu menyambutnya. �Nama saya Surati berasal dari kerajaan Klungkung�. �Saya berada di tempat ini karena menyelamatkan diri dari serangan musuh. Ayah saya telah gugur dalam mempertahankan mahkota kerajaan,� Jelasnya. Mendengar ucapan gadis itu, Raden Banterang terkejut bukan kepalang. Melihat penderitaan puteri Raja Klungkung itu, Raden Banterang segera menolong dan mengajaknya pulang ke istana. Tak lama kemudian mereka menikah membangun keluarga bahagia.

Pada suatu hari, puteri Raja Klungkung berjalan-jalan sendirian ke luar istana. �Surati! Surati!�, panggil seorang laki-laki yang berpakaian compang-camping. Setelah mengamati wajah lelaki itu, ia baru sadar bahwa yang berada di depannya adalah kakak kandungnya bernama Rupaksa. Maksud kedatangan Rupaksa adalah untuk mengajak adiknya untuk membalas dendam, karena Raden Banterang telah membunuh ayahandanya. Surati menceritakan bahwa ia mau diperistri Raden Banterang karena telah berhutang budi. Dengan begitu, Surati tidak mau membantu ajakan kakak kandungnya. Rupaksa marah mendengar jawaban adiknya. Namun, ia sempat memberikan sebuah kenangan berupa ikat kepala kepada Surati. �Ikat kepala ini harus kau simpan di bawah tempat tidurmu,� pesan Rupaksa.

Pertemuan Surati dengan kakak kandungnya tidak diketahui oleh Raden Banterang, dikarenakan Raden Banterang sedang berburu di hutan. Tatkala Raden Banterang berada di tengah hutan, tiba-tiba pandangan matanya dikejutkan oleh kedatangan seorang lelaki berpakaian compang-camping. �Tuangku, Raden Banterang. Keselamatan Tuan terancam bahaya yang direncanakan oleh istri tuan sendiri,� kata lelaki itu. �Tuan bisa melihat buktinya, dengan melihat sebuah ikat kepala yang diletakkan di bawah tempat peraduannya. Ikat kepala itu milik lelaki yang dimintai tolong untuk membunuh Tuan,� jelasnya. Setelah mengucapkan kata-kata itu, lelaki berpakaian compang-camping itu hilang secara misterius. Terkejutlah Raden Banterang mendengar laporan lelaki misterius itu. Ia pun segera pulang ke istana. Setelah tiba di istana, Raden Banterang langsung menuju ke peraaduan istrinya. Dicarinya ikat kepala yang telah diceritakan oleh lelaki berpakaian compang-camping yang telah menemui di hutan. �Ha! Benar kata lelaki itu! Ikat kepala ini sebagai bukti! Kau merencanakan mau membunuhku dengan minta tolong kepada pemilik ikat kepala ini!� tuduh Raden Banterang kepada istrinya. � Begitukah balasanmu padaku?� tandas Raden Banterang.�Jangan asal tuduh. Adinda sama sekali tidak bermaksud membunuh Kakanda, apalagi minta tolong kepada seorang lelaki!� jawab Surati. Namun Raden Banterang tetap pada pendiriannya, bahwa istrinya yang pernah ditolong itu akan membahayakan hidupnya. Nah, sebelum nyawanya terancam, Raden Banterang lebih dahulu ingin mencelakakan istrinya.

Raden Banterang berniat menenggelamkan istrinya di sebuah sungai. Setelah tiba di sungai, Raden Banterang menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki compang-camping ketika berburu di hutan. Sang istri pun menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki berpakaian compang-camping seperti yang dijelaskan suaminya. �Lelaki itu adalah kakak kandung Adinda. Dialah yang memberi sebuah ikat kepala kepada Adinda,� Surati menjelaskan kembali, agar Raden Banterang luluh hatinya. Namun, Raden Banterang tetap percaya bahwa istrinya akan mencelakakan dirinya. �Kakanda suamiku! Bukalah hati dan perasaan Kakanda! Adinda rela mati demi keselamatan Kakanda. Tetapi berilah kesempatan kepada Adinda untuk menceritakan perihal pertemuan Adinda dengan kakak kandung Adinda bernama Rupaksa,� ucap Surati mengingatkan.

�Kakak Adindalah yang akan membunuh kakanda! Adinda diminati bantuan, tetapi Adinda tolah!�. Mendengar hal tersebut , hati Raden Banterang tidak cair bahkan menganggap istrinya berbohong.. �Kakanda ! Jika air sungai ini menjadi bening dan harum baunya, berarti Adinda tidak bersalah! Tetapi, jika tetap keruh dan bau busuk, berarti Adinda bersalah!� seru Surati. Raden Banterang menganggap ucapan istrinya itu mengada-ada. Maka, Raden Banterang segera menghunus keris yang terselip di pinggangnya. Bersamaan itu pula, Surati melompat ke tengah sungai lalu menghilang.

Tidak berapa lama, terjadi sebuah keajaiban. Bau nan harum merebak di sekitar sungai. Melihat kejadian itu, Raden Banterang berseru dengan suara gemetar. �Istriku tidak berdosa! Air kali ini harum baunya!� Betapa menyesalnya Raden Banterang. Ia meratapi kematian istrinya, dan menyesali kebodohannya. Namun sudah terlambat.

Sejak itu, sungai menjadi harum baunya. Dalam bahasa Jawa disebut Banyuwangi. Banyu artinya air dan wangi artinya harum. Nama Banyuwangi kemudian menjadi nama kota Banyuwangi.

***

Jika Anda menyukai Cerita Rakyat Asal Usul Kota Banyuwangi, Anda bisa membagikannya ke Twitter, Facebook, Google+, Pinterest atau ke situs lainnya (tentunya menyertakan link balik ke http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/).
Baca selengkapnya

Full Cerita Rakyat Legenda Jaka Tarub

Jaka Tarub merupakan pemuda yang memiliki kesaktian juga gagah berani. Dengan keberaniannya itu ia sering bulak-balik ke hutan yang ada di gunung keramat untuk berburu. Di dalam gunung itu terdapt telaga yang sangat indah.

Suatu ketika, ia melewati telaga itu dan secara tidak sengaja ia melihat para bidadari sedang mandi disana. Karena jaka Tarub ini merasa terpikat oleh tujuh bidadari itu, akhirnya ia mengambil salah satu selendangnya. Setelahnya para bidadari beres mandi, merekapun berdandan dan siap-siap untuk kembali ke kahyangan. Salah seorang bidadari yang tidak menemukan selendangnya tidak dapat kembali ke kahyangan dan dia ditinggalkan oleh teman-temannya karena hari mulai senja. Tak lama kemudian Jaka Tarub datang menghampiri dan berpura-pura menolong sang Bidadari itu. Nama Bidadari itu ternyata Nawangwulan, dan merekapun akhirnya pulang ke rumah karena hari sudah sangat senja.

Singkat cerita, merekapun akhirnya menikah dan memiliki seorang putri cantik bernama Nawangsih. Sebelum mereka menikah, Nawangwulan mengingatkan kepada Jaka Tarub untuk tidak menanyakan kebiasan yang akan dilakukannya nanti setelahnya ia menjadi istri. Rahasianya yaitu, Nawangwulan memasak nasi selalu menggunakan satu butir beras, dengan sebutir beras itu ia dapat menghasilkan nasi yang banyak. Namun setelahnya mereka menikah Jaka Tarub memang terlihat penasaran namun dia tidak bertanya langsung kepada Nawangwulan melainkan ia langsung membuka dan melihat panci yang suka dijadikan istrinya itu memasak nasi. Akibat dari perbuatannya itu akhirnya Nawangwulan kehilangan kekuatannya hingga sat itu ia menanak nasi seperti wanita umumnya.

Lama-kelamaaan gabah yang ada di lumbungnya itu habis. Ketika gabahnya itu sudah sedikit lagi, ternyata selendang Nawangwulan ada di lumbung gabah tersebut yang di sembunyikan oleh suaminya.

Disana Nawangwulanpun merasa sangat marah ketika suaminyalah yang mencuri benda itu hingga akhirnya ia mengancam untuk pergi ke kahyangan. Jaka Tarub pun memelas untuk supaya istrinya itu tidak pergi lagi ke kahyanngan, namun Nawangwulan sudah bulat tekadnya, hingga akhirnya ia pergi ke kahyangan. Namun ia tetap seseklai turun ke bumi untuk menyusui bayinya.

Setelah itu Jaka Tarub menjadi pemuka desa dan memiliki gelas Ki Ageng Tarub. Ia bersahabat dengan Raja Majapahit yaitu Brawijaya. Suatu hari, Brawijaya memerintahkan kepada anak angkatnya Ki Buyut Masahar dan Bondan Kejawan untuk mengirimkan keris pusaka Kyai Mahesa Nular kepada ki Ageng Tarub. Karena Jaka Tarub tahu kalau Bondan Kejawan itu putra kandungnya Brawijaya, jadi Jaka tarub meminta agar dirinya tinggal.

Sejak saat itu, Ki Ageng tarub mengangkat dirinya sebagai anak angkat dan namanya diganti menjadi Lembu Peteng. Dan ketika Nawangsih tumbuh dewasa, merekapun akhirnya dinikahkan.

Suatu hari Jaka Tarub meninggal dunia, hingga akhirnya Lembu Peteng menjadi Ki Ageng Tarub yang baru. Disana pun Nawangsih melahirkan seorang putra yang di beri nama Ki Getas Pandawa.

Lalu ki Ageng getas Pandawa memiliki seorang putra yang di beri gelas Ki Ageng Sela yang merupakan kakek buyut dari pendiri Kesultanan Mataram yaitu Panembahan Senapati.

image: devianart.com

***

Jika Anda menyukai Cerita Rakyat Legenda Jaka Tarub, Anda bisa membagikannya ke Twitter, Facebook, Google+, Pinterest atau ke situs lainnya (tentunya menyertakan link balik ke http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/).
Baca selengkapnya

Full Asal Usul Danau Maninjau

Danau Maninjau adalah sebuah danau vulkanik yang terletak di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Danau dengan luas sekitar 99,5 km2 dengan kedalaman mencapai 495 meter ini merupakan danau terluas kesebelas di Indonesia, dan terluas kedua di Sumatra Barat. Menurut cerita, Danau Maninjau pada awalnya merupakan gunung berapi yang di puncaknya terdapat sebuah kawah yang luas. Oleh karena ulah manusia, gunung berapi itu meletus dan membentuk sebuah danau yang luas. Apa gerangan yang menyebabkan gunung berapi itu meletus dan berubah menjadi danau? Kisahnya dapat Anda ikuti dalam cerita Asal Usul Danau Maninjau berikut ini!

Alkisah, di sebuah daerah di Sumatra Barat ada sebuah gunung berapi yang amat tinggi bernama Gunung Tinjau. Di puncaknya terdapat sebuah kawah yang luas, dan di kakinya terdapat beberapa perkampungan. Penduduknya hidup makmur dan sejahtera, karena mereka sangat rajin bertani. Di samping itu, tanah yang ada di sekitar Gunung Tinjau amat subur, karena sering mendapat pupuk alami berupa abu gunung.

Di salah satu perkampungan di kaki Gunung Tinjau itu tinggal sepuluh orang bersaudara yang terdiri dari sembilan lelaki dan seorang perempuan. Penduduk sekitar biasa memanggil mereka Bujang Sembilan. Kesepuluh orang bersaudara tersebut adalah Kukuban, Kudun, Bayua, Malintang, Galapuang, Balok, Batang, Bayang, dan lelaki termuda bernama Kaciak. Sementara adik mereka yang paling bungsu adalah seorang perempuan bernama Siti Rasani, akrab dipanggil Sani. Kedua orangtua mereka sudah lama meninggal, sehingga Kukuban sebagai anak sulung menjadi kepala rumah tangga. Semua keputusan ada di tangannya.

Kesepuluh bersaudara tersebut tinggal di sebuah rumah peninggalan kedua orangtua mereka. Untuk memenuhi kebutuhannya, mereka menggarap lahan pertanian yang cukup luas warisan kedua orangtua mereka. Mereka sangat terampil bertani, karena mereka rajin membantu ayah dan ibunya ketika keduanya masih hidup. Di samping itu, mereka juga dibimbing oleh paman mereka yang bernama Datuk Limbatang, yang akrab mereka panggil Engku.

Datuk Limbatang adalah seorang mamak di kampung itu dan mempunyai seorang putra yang bernama Giran. Sebagai mamak, Datuk Limbatang memiliki tanggungjawab besar untuk mendidik dan memerhatikan kehidupan warganya, termasuk kesepuluh orang kemenakannya tersebut. Untuk itu, setiap dua hari sekali, ia berkunjung ke rumah Kukuban bersaudara untuk mengajari mereka keterampilan bertani dan berbagai tata cara adat daerah itu. Tak jarang pula Datuk Limbatang mengajak istri dan putranya ikut serta bersamanya.

Pada suatu hari, ketika Datuk Limbatang bersama istri dan Giran berkunjung ke rumah Bujang Sembilan, secara tidak sengaja Sani saling berpandangan dengan Giran. Rupanya, kedua pemuda dan gadis itu sama-sama menaruh hati. Giran pun mengajak Sani untuk bertemu di sebuah ladang di pinggir sungai. Dengan hati berdebar, Giran pun mengungkapkan perasaannya kepada Sani.
�Sudah lama merendam selasih
Barulah kini mau mengembang
Sudah lama kupendam kasih
Barulah kini bertemu pandang�
�Telah lama orang menekat
Membuat baju kebaya lebar
Sudah lama abang terpikat
Hendak bertemu dada berdebar�
�Rupa elok perangaipun cantik
Hidupnya suka berbuat baik
Orang memuji hilir dan mudik
Siapa melihat hati tertarik�
�Dik, Sani! Wajahmu cantik nan elok, perangai baik nan berhati lembut. Maukah engkau menjadi kekasih Abang?� tanya Giran.

Pertanyaan itu membuat jantung Sani berdetak kencang. Dalam hatinya, ia juga suka kepada Giran. Maka ia pun membalasnya dengan untaian pantun.
�Buah nangka dari seberang
Sedap sekali dibuat sayur
Sudah lama ku nanti abang
Barulah kini dapat menegur�
�Jika roboh kota Melaka
Papan di Jawa saya tegakkan
Jika sungguh Kanda berkata
Badan dan nyawa saya serahkan�
Alangkah senang hati Giran mendengar jawaban dari Sani. Ia benar-benar merasa bahagia karena cintahnya bersambut.

Maka sejak itu, Giran dan Sani menjalin hubungan kasih. Pada mulanya, keduanya berniat untuk menyembunyikan hubungan mereka. Namun karena khawatir akan menimbulkan fitnah, akhirnya keduanya pun berterus terang kepada keluarga mereka masing-masing. Mengetahui hal itu, keluarga Giran dan Sani pun merasa senang dan bahagia, karenahal tersebut dapat mempererat hubungan kekeluargaan mereka. Sejak menjalin hubungan dengan Sani, Giran seringkali berkunjung ke rumah Bujang Sembilan. Bahkan, ia sering membantu Bujang Sembilan bekerja di sawah.

Ketika musim panen tiba, semua penduduk kampung memperoleh hasil yang melimpah. Untuk merayakan keberhasilan tersebut, para pemuka adat dan seluruh penduduk bersepakat untuk mengadakan gelanggang perhelatan, yaitu adu ketangkasan bermain silat. Para pemuda kampung menyambut gembira acara tersebut. Dengan semangat berapi-api, mereka segera mendaftarkan diri kepada panitia acara. Tidak ketinggalan pula Kukuban dan Giran turut ambil bagian dalam acara tersebut.

Pada hari yang telah ditentukan, seluruh peserta berkumpul di sebuah tanah lapang. Sorak sorai penonton pun terdengar mendukung jagoannya masing-masing. Beberapa saat kemudian, panitia segera memukul gong pertanda acara dimulai. Rupanya, Kukuban mendapat giliran pertama tampil bersama seorang lawannya dari dusun tetangga. Tampak keduanya saling berhadap-hadapan di tengah arena untuk saling adu ketangkasan. Siapa pun yang menang dalam pertarungan itu, maka dia akan melawan peserta berikutnya. Ternyata, Kukuban berhasil mengalahkan lawannya. Setelah itu, peserta berikutnya satu per satu masuk ke arena gelanggang perhelatan untuk melawan Kukuban, namun belum seorang pun yang mampu mengalahkannya. Masih tersisa satu peserta lagi yang belum maju, yakni si Giran. Kini, Kukuban menghadapi lawan yang seimbang.

�Hai, Giran! Majulah kalau berani!� tantang Kukuban.

�Baiklah, Bang! Bersiap-siaplah menerima seranganku!� jawab Giran dan langsung menyerang Kukuban.

Maka terjadilah pertarungan sengit antara Giran dan Kukuban. Mulanya, Giran melakukan serangan secara bertubi-tubi ke arah Kububan, namun semua serangannya mampu dielakkan oleh Kukubun. Beberapa saat kemudian, keadaan jadi terbalik. Kukuban yang balik menyerang. Ia terus menyerang Giran dengan jurus-jurus andalannya secara bertubi-tubi. Giran pun terdesak dan kesulitan menghindari serangannya. Pada saat yang tepat, Kukuban melayangkan sebuah tendangan keras kaki kirinya ke arah Giran. Giran yang tidak mampu lagi menghindar, terpaksa menangkisnya dengan kedua tangannya.

�Aduh, sakit�! Kakiku patah!� pekik Kukuban dan langsung berguling di tanah sambil menjerit kesakitan.

Rupanya, tangkisan Giran itu membuat kaki kirinya patah. Ia pun tidak mampu lagi melanjutkan pertandingan dan dinyatakan kalah dalam gelanggang tersebut. Sejak itu, Kukuban merasa kesal dan dendam terhadap Giran karena merasa telah dipermalukan di depan umum. Namun, dendam tersebut dipendamnya dalam hati.

Beberapa bulan kemudian, dendam Kukuban yang dipendam dalam hati itu akhirnya terungkap juga. Hal itu bermula ketika suatu malam, yakni ketika cahaya purnama menerangi perkampungan sekitar Gunung Tinjau, Datuk Limbatang bersama istrinya berkunjung ke rumah Bujang Sembilan. Kedatangan orangtua Giran tersebut bukan untuk mengajari mereka cara bercocok tanam atau tata cara adat, melainkan ingin menyampaikan pinangan Giran kepada Sani.

�Maaf, Bujang Sembilan! Maksud kedatangan kami kemari ingin lebih mempererat hubungan kekeluargaan kita,� ungkap Datuk Limbatang.

�Apa maksud, Engku?� tanya si Kudun bingung.

�Iya, Engku! Bukankah hubungan kekeluargaan kita selama ini baik-baik saja?� sambung Kaciak.

�Memang benar yang kamu katakan itu, Anakku,� jawab Datuk Limbatang yang sudah menganggap Bujang Sembilan seperti anaknya sendiri.

�Begini, Anak-anakku! Untuk semakin mengeratkan hubungan keluarga kita, kami bermaksud menikahkan Giran dengan adik bungsu kalian, Siti Rasani,� ungkap Datuk Limbatang.

�Pada dasarnya, kami juga merasakan hal yang sama, Engku! Kami merasa senang jika Giran menikah dengan adik kami. Giran adalah pemuda yang baik dan rajin,� sambut si Kudun.

Namun, baru saja kalimat itu lepas dari mulut si Kudun, tiba-tiba terdengar suara bentakan yang sangat keras dari Kukuban.

�Tidak! Aku tidak setuju dengan pernikahan mereka! Aku tahu siapa Giran,� seru Kukuban dengan wajah memerah.

�Dia pemuda sombong, tidak tahu sopan santun dan kurang ajar. Dia tidak pantas menjadi suami Sani,� tambahnya.

�Mengapa kamu berkata begitu, Anakku? Adakah perkataan atau perilakunya yang pernah menyinggung perasaanmu?� tanya Datuk Limbatang dengan tenang.

�Ada, Engku! Masih ingatkah tindakan Giran terhadapku di gelanggang perhelatan beberapa bulan yang lalu? Dia telah mematahkan kaki kiriku dan sampai sekarang masih ada bekasnya,� jawab Kukuban sambil menyingsingkan celana panjangnya untuk memperlihatkan bekas kakinya yang patah.

�Oooh, itu!� jawab Datuk Limbatang singkat sambil tersenyum.

�Soal kaki terkilir dan kaki patah, kalah ataupun menang dalam gelanggan itu hal biasa. Memang begitu kalau bertarung,� ujar Datuk Limbatang.

�Tapi, Engku! Anak Engku telah mempermalukanku di depan orang banyak,� sambut Kukuban.

�Aku kira Giran tidak bermaksud mempermalukan saudaranya sendiri,� kata Datuk Limbatang.

�Ah, itu kata Engku, karena ingin membela anak sendiri! Di mana keadilan Engku sebagai pemimpin adat?� bantah Kukuban sambil menghempaskan tangannya ke lantai.

Semua yang ada dalam pertemuan itu terdiam. Kedelapan saudaranya tak satu pun yang berani angkat bicara. Suasana pun menjadi hening dan tegang. Kecuali Datuk Limbatang, yang terlihat tenang.

�Maaf, Anakku! Aku tidak membela siapa pun. Aku hanya mengatakan kebenaran. Keadilan harus didasarkan pada kebenaran,� ujar Datuk Limbatang.

�Kebenaran apalagi yang Engku maksud. Bukankah Giran telah nyata-nyata mencoreng mukaku di tengah keramaian?�

�Ketahuilah, Anakku! Menurut kesaksian banyak orang yang melihat peristiwa itu, kamu sendiri yang menyerang Giran yang terdesak dengan sebuah tendangan keras, lalu ditangkis oleh Giran. Tangkisan itulah yang membuat kakimu patah. Apakah menurutmu menangkis serangan itu perbuatan curang dan salah?� tanya Datuk Limbatang.

Kukuban hanya terdiam mendengar pertanyaan itu. Walaupun dalam hatinya mengakui bahwa apa yang dikatakan Datuk Limbatang adalah benar, tetapi karena hatinya sudah diselimuti perasaan dendam, ia tetap tidak mau menerimanya.

�Terserah Engku kalau tetap mau membela anak sendiri. Tapi, Sani adalah adik kami. Aku tidak akan menikahkan Sani dengan anak Engku,� kata Kukuban dengan ketus.

�Baiklah, Anakku! Aku juga tidak akan memaksamu. Tapi, kami berharap semoga suatu hari nanti keputusan ini dapat berubah,� kata Datuk Limbatang seraya berpamitan pulang ke rumah bersama istrinya.

Rupanya, Siti Rasani yang berada di dalam kamar mendengar semua pembicaraan mereka. Ia sangat bersedih mendengar putusan kakak sulungnya itu. Baginya, Giran adalah calon suami yang ia idam-idamkan selama ini. Sejak kejadian itu, Sani selalu terlihat murung. Hampir setiap hari ia duduk termenung memikirkan jalah keluar bagi masalah yang dihadapinya. Begitupula si Giran, memikirkan hal yang sama. Berhari-hari kedua pasangan kekasih itu berpikir, namun belum juga menemukan jalan keluar. Akhirnya, keduanya pun sepakat bertemu di tempat biasanya, yakni di sebuah ladang di tepi sungai, untuk merundingkan masalah yang sedang mereka hadapi.

�Apa yang harus kita lakukan, Dik?� tanya Giran.

�Entahlah, Bang! Adik juga tidak tahu harus berbuat apa. Semua keputusan dalam keluarga Adik ada di tangan Bang Kukuban. Sementara dia sangat benci dan dendam kepada Abang,� jawab Sani sambil menghela nafas panjang.

Beberapa lama mereka berunding di tepi sungai itu, namun belum juga menemukan jalan keluar. Dengan perasaan kalut, Sani beranjak dari tempat duduknya. Tiba-tiba sepotong ranting berduri tersangkut pada sarungnya.

�Aduh, sarungku sobek!� teriak Sani kaget.

�Wah, sepertinya pahamu tergores duri. Duduklah Adik, Abang akan mengobati lukamu itu!� ujar Giran.

Giran pun segera mencari daun obat-obatan di sekitarnya dan meramunya. Setelah itu, ia membersihkan darah yang keluar dari paha Sani, lalu mengobati lukanya. Pada saat itulah, tiba-tiba puluhan orang keluar dari balik pepohonan dan segera mengurung keduanya. Mereka adalah Bujang Sembilan bersama beberapa warga lainnya.

�Hei, rupanya kalian di sini!� seru Kukuban.

Giran dan Sani pun tidak tahu harus berbuat apa. Keduanya benar-benar tidak menyangka jika ada puluhan orang sedang mengintai gerak-gerik mereka.

�Tangkap mereka! Kita bawa mereka ke sidang adat!� perintah Kukuban.

�Ampun, Bang! Kami tidak melakukan apa-apa. Saya hanya mengobati luka Sani yang terkena duri,� kata Giran.

�Dasar pembohong! Aku melihat sendiri kamu mengusap-usap paha adikku!� bentak Kukuban.

�Iya benar! Kalian telah melakukan perbuatan terlarang. Kalian harus dibawa ke sidang adat untuk dihukum,� sambung seorang warga.

Akhirnya, Giran dan Sani digiring ke kampung menuju ke ruang persidangan. Kukuban bersama kedelapan saudaranya dan beberapa warga lainnya memberi kesaksian bahwa mereka melihat sendiri perbuatan terlarang yang dilakukan oleh Giran dan Sani. Meskipun Giran dan Sani telah melakukan pembelaan dan dibantu oleh Datuk Limbatang, namun persidangan memutuskan bahwa keduanya bersalah telah melanggar adat yang berlaku di kampung itu. Perbuatan mereka sangat memalukan dan dapat membawa sial. Maka sebagai hukumannya, keduanya harus dibuang ke kawah Gunung Tinjau agar kampung tersebut terhindar dari malapetaka.

Keputusan itu pun diumumkan ke seluruh penjuru kampung di sekitar Gunung Tinjau. Setelah itu, Giran dan Sani diarak menuju ke puncak Gunung Tinjau dengan tangan terikat di belakang. Sesampainya di pinggir kawah, mata mereka ditutup dengan kain hitam. Sebelum hukuman dilaksanakan, mereka diberi kesempatan untuk berbicara.

�Wahai kalian semua, ketahuilah! Kami tidak melakukan perbuatan terlarang apa pun. Karena itu, kami yakin tidak bersalah,� ucap Giran.

Setelah itu, Giran menengadahkan kedua tanganya ke langit sambil berdoa.

�Ya Tuhan! Mohon dengar dan kabulkan doa kami. Jika kami memang benar-benar bersalah, hancurkanlah tubuh kami di dalam air kawah gunung yang panas ini. Akan tetapi, jika kami tidak bersalah, letuskanlah gunung ini dan kutuk Bujang Sembilan menjadi ikan!�

Usai memanjatkan doa, Giran dan Sani segera melompat ke dalam kawah. Keduanya pun tenggelam di dalam air kawah. Sebagian orang yang menyaksikan peristiwa itu diliputi oleh rasa tegang dan cemas. Jika Giran benar-benar tidak bersalah dan doanya dikabulkan, maka mereka semua akan binasa. Ternyata benar. Permohonan Giran dikabulkan oleh Tuhan. Beberapa saat berselang, gunung itu tiba-tiba bergetar dan diikuti letusan yang sangat keras. Lahar panas pun menyembur keluar dari dalam kawah, mengalir menuju ke perkampungan dan menghancurkan semua yang dilewatinya. Semua orang berusaha untuk menyelamatkan diri. Namun, naas nasib mereka. Letusan Gunung Tinjau semakin dahsyat hingga gunung itu luluh lantak. Tak seorang pun yang selamat. Bujang Sembilan pun menjelma menjadi ikan.

Demikian cerita Asal Usul Danau Maninjau dari Agam, Sumatra Barat, Indonesia. Konon, letusan Gunung Tinjau itu menyisakan kawah yang luas dan lama-kelamaan berubah menjadi danau. Oleh masyarakat sekitar, nama gunung itu kemudian diabadikan menjadi nama danau, yakni Danau Maninjau. Sementara nama-nama tokoh yang terlibat dalam peristiwa itu diabadikan menjadi nama nagari di sekitar Danau Maninjau, seperti Tanjung Sani, Sikudun, Bayua, Koto Malintang, Koto Kaciak, Sigalapuang, Balok, Kukuban, dan Sungai Batang.

Cerita di atas termasuk kategori legenda yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu pesan moral yang dapat dipetik, yaitu akibat buruk yang ditimbulkan oleh sifat dendam. Dendam telah menjadikan Kukuban tega menfitnah Giran dan Sani telah melakukan perbuatan terlarang. Dari hal ini dapat dipetik sebuah pelajaran bahwa sifat dendam dapat mendorong seseorang berbuat aniaya terhadap orang lain, demi membalaskan dendamnya. Dalam kehidupan orang Melayu, sifat dendam ini sangat dipantangkan. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu: "Siapa tak tahu kesalahan sendiri, lambat laun hidupnya keji kalau suka berdendam kesumat, alamat hidup akan melarat."


***

Jika Anda menyukai Cerita Rakyat Asal Usul Danau Maninjau, Anda bisa membagikannya ke Twitter, Facebook, Google+, Pinterest atau ke situs lainnya (tentunya menyertakan link balik ke http://cerita-hikayat-lengkap.blogspot.co.id/).
Baca selengkapnya